Sabtu, 02 Juni 2012
Opsih Sampah TNGGP
Posted by
Unknown
|
18.49
|
Kamis, 31 Mei 2012
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2012
Posted by
Unknown
|
15.46
|
Salam Sejahtera
Saudara-Saudara yang saya hormati,
Saudara-Saudara yang saya hormati,
Permasalahan lingkungan hidup memiliki kesamaan dengan permasalahan ekonomi, dimana
keduanya tanpa batas yang dapat melintasi seluruh negara di dunia.
Dampak keduanya dapat dirasakan pada masing-masing negara hingga tingkat individu. Krisis finansial yang berawal di Amerika Serikat sekitar tahun 2008 masih berlanjut hingga 2012 terutama di kawasa Eropa.
Tantangan lingkungan hidup terbesar dewasa ini adalah terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim dimana masih belum ada konsensus dunia untuk mengikat negara-negara untuk secara bersama-sama mengatasinya.
Kedua permasalahan ini bukanlah suatu hal yang terpisah karena melalui krisis akan mendorong pemikiran-pemikiran, kebijakan dan tindakan untuk mencapai solusinya. Sudah bukan eranya lagi tujuan ekonomi dan tujuan lingkungan hidup dipertentangkan melainkan bersinergi yang tertuang dalam konsepsi ekonomi hijau dengan tujuan utamanya kesejahteraan umat manusia baik inter maupun antar generasi.
Dampak keduanya dapat dirasakan pada masing-masing negara hingga tingkat individu. Krisis finansial yang berawal di Amerika Serikat sekitar tahun 2008 masih berlanjut hingga 2012 terutama di kawasa Eropa.
Tantangan lingkungan hidup terbesar dewasa ini adalah terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim dimana masih belum ada konsensus dunia untuk mengikat negara-negara untuk secara bersama-sama mengatasinya.
Kedua permasalahan ini bukanlah suatu hal yang terpisah karena melalui krisis akan mendorong pemikiran-pemikiran, kebijakan dan tindakan untuk mencapai solusinya. Sudah bukan eranya lagi tujuan ekonomi dan tujuan lingkungan hidup dipertentangkan melainkan bersinergi yang tertuang dalam konsepsi ekonomi hijau dengan tujuan utamanya kesejahteraan umat manusia baik inter maupun antar generasi.
Terkait dengan hal tersebut, UNEP
(United Nations Environment Programme menetapkan Tema Hari Lingkungan
Hidup Sedunia 2012 adalah
“Green Economy: Does it include you?”.
Tema ini menekankan pentingnya pelaksanaan ekonomi hijau oleh semua orang sesuai dengan proporsinya masing-masing baik pada tingkatan global, nasional hingga individu.
Kunci dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup adalah peran serta dari semua komponen masyarakat.
Oleh karenanya, disesuaikan dengan konteks Indonesia, maka Tema Hari Lingkungan Hidup Indonesia 2012 menjadi :
“Green Economy: Does it include you?”.
Tema ini menekankan pentingnya pelaksanaan ekonomi hijau oleh semua orang sesuai dengan proporsinya masing-masing baik pada tingkatan global, nasional hingga individu.
Kunci dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup adalah peran serta dari semua komponen masyarakat.
Oleh karenanya, disesuaikan dengan konteks Indonesia, maka Tema Hari Lingkungan Hidup Indonesia 2012 menjadi :
“Ekonomi Hijau: Ubah perilaku, tingkatkan kualitas lingkungan".
Makna utama dari tema ini adalah pentingnya melakukan perubahan paradigma dan juga perilaku kita untuk selalu mengambil setiap kesempatan dalam mencari informasi, belajar dan melakukan tindakan demi melindungi dan mengelola lingkungan hidup.
Dengan kualitas lingkungan hidup yang lebih baik akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Sedikitnya ekonomi hijau memiliki empat
unsur, yaitu :
1). Pengentasan kemiskinan,
2). Pekerjaan yang layak,
3). Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan
4). Internalisasi lingkungan dalam semua aktivitas pembangunan.
Hal ini sesuai dengan arahan Presiden RI yang menentukan arah pembangunan dengan empat pilar, yaitu Pro Poor, Pro Jobs, Pro Growth dan Pro Environment.
Dengan begitu, Ekonomi hijau yang dimaksud disini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan kesetaraan sosial yang juga dimaksudkan untuk mengurangi resiko kerusakan lingkungan.
1). Pengentasan kemiskinan,
2). Pekerjaan yang layak,
3). Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan
4). Internalisasi lingkungan dalam semua aktivitas pembangunan.
Hal ini sesuai dengan arahan Presiden RI yang menentukan arah pembangunan dengan empat pilar, yaitu Pro Poor, Pro Jobs, Pro Growth dan Pro Environment.
Dengan begitu, Ekonomi hijau yang dimaksud disini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan kesetaraan sosial yang juga dimaksudkan untuk mengurangi resiko kerusakan lingkungan.
Pada tataran nasional, Pemerintah Indonesia telah berkomitment untuk menurunkan emisi GRK (gas rumah kaca) dari kondisi business as usual
sebesar 26% pada tahun 2020 dengan upaya sendiri dan sebesar 41% dengan
bantuan internasional.
Penurunan emisi GRK menuntut arah pembangunan yang rendah karbon yang seiring dengan produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
Penurunan emisi GRK menuntut arah pembangunan yang rendah karbon yang seiring dengan produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
Pada tataran lingkungan warga, telah
diperkenalkan pula Program Bank Sampah, sebagai turunan dari konsep 3R
(Reduce, Reuse dan Recycle) berupa sistem yang menyerupai konsep
perbankan dengan memanfaatkan sampah sebagai sumber pendapatan atau
dengan slogannya berupa From Trash to Cash (Dari Sampah Jadi Rupiah).
Untuk kalangan dunia usaha, sudah dijalankan Program Peringkat Kinerja Lingkungan Hidup (PROPER) dimana bagi perusahaan yang baik akan mendapatkan citra positif dan yang buruk akan mendapat hambatan pada aspek perbankan dan ketika akan go public.
Hal yang sangat penting pula dalam konteks ekonomi hijau ini adalah Indonesia sebagai negara megabiodiversity
dapat menempatkan keanekaragaman hayati kita sebagai modal utama bagi
pembangunan yang merupakan sumber pangan, energi dan bahan baku.
Semakin tinggi potensi keanekaragaman hayati dengan adanya Protokol Nagoya yang merupakan kesepakatan internasional untuk mengatur pemberian akses dan keuntungan secara adil atas pemanfaatan kenakeragaman hayati berupa sumber daya genetik serta pengetahuan tradisionalnya.
Semakin tinggi potensi keanekaragaman hayati dengan adanya Protokol Nagoya yang merupakan kesepakatan internasional untuk mengatur pemberian akses dan keuntungan secara adil atas pemanfaatan kenakeragaman hayati berupa sumber daya genetik serta pengetahuan tradisionalnya.
Semua tataran ini merupakan perwujudan pembangunan berkelanjutan yang telah kita canangkan sejak lama. Indonesia selalu menjadi pionir dalam hal lingkungan hidup termasuk sejak pengembangan konsep pembangunan berkelanjutan pada Tahun 1972 di Stockholm. Kemudian, pada Tahun 1982, Kementerian Lingkungan Hidup berdiri dan pada tahun 1992 dilaksanakan Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan yang menghasilkan Agenda 21.
Pembangunan Berkelanjutan dengan ketiga pilarnya, yaitu Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Hidup adalah konsepsi utuh sebagai pilihan terbaik bagi pembangunan di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Tahun 2012 ini bertepatan dengan 20 tahun pelaksanaan konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan atau dikenal dengan Rio +20. Konferensi ini akan berlangsung pada akhir Juni 2012 untuk memperkuat komitmen global dalam implementasi pembangunan berkelanjutan pada semua tingkatan.
Upaya global tersebut akan sia-sia tanpa keterlibatan kita semua, kita dapat berbuat sesuai dengan proporsi kita, mulai dari sekarang. Misalnya, dengan bersepeda sebagai moda transport alternatif; menanam pohon yang tentunya diiringi dengan pemeliharaannya; pembuatan biopori untuk menambah cadangan air tanah; memilah sampah dan hemat energi.
Atas nama Pemerintah Indonesia, kami menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada semua pihak baik pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, media massa maupun masyarakat luas yang telah melakukan berbagai kegiatan mendukung upaya-upaya ekonomi, sosial dan budaya yang lebih memperhatikan lingkungan dan melakukan efiensi dalam penggunaan sumber daya alam.
Demikian, mari bersama-sama kita mewujudkan keadilan sosial melalui Pembangunan Berkelanjutan yang menjadikan Ekonomi Hijau sebagai motor utamanya.
Terima kasih.
Jakarta, 25 April 2012
Menteri Negara Lingkungan Hidup,
Prof. DR. Balthasar Kambuaya, MBA
Rabu, 30 Mei 2012
Jenis-jenis Sampah
Posted by
Unknown
|
00.20
|
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam
sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang
dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan
tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka Sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.
Berdasarkan sumbernya
- Sampah alam
- Sampah manusia
- Sampah konsumsi
- Sampah nuklir
- Sampah industri
- Sampah pertambangan
Berdasarkan sifatnya
- Sampah organik - dapat diurai (degradable)
- Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa
makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat
diolah lebih lanjut menjadi kompos
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah
yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan,
kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan
sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang
laku dijual untuk dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik
yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan
gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS,
maupun karton
Berdasarkan bentuknya
Sampah adalah bahan baik padat atau cairan yang tidak dipergunakan
lagi dan dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai:
Sampah Padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.
Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:
- Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan.
- Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi menjadi:
- Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
- Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.
Sampah Cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
- Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya.
- Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi.
Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu,
dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.
untuk mencegah sampah cair adalah pabrik pabrik tidak membuang limbah sembarangan misalnya membuang ke selokan.
Sampah alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
Sampah manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri.
Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah
pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup
yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.
Sampah Konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia)
pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke
tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun
demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil
dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan
industri.
Limbah radioaktif
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium
yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh
karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi
tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya
bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah
Selasa, 29 Mei 2012
Bebaskan Gunung Dari Sampah
Posted by
Unknown
|
23.59
|
Mengapa
banyak gunung yang berada di Indonesia selalu penuh dengan sampah?
Bahkan menjadikan tak nyaman untuk kembali di daki. Sampah merajalela
disepanjang jalur pendakian hingga puncak gunung. Apa salah alam yang
telah memberi kita kesempatan menikmati indahnya ciptaan Tuhan? Ini
semua pastilah ulah para pendaki yang "buta" dan tak peduli konservasi!
Enggan membawa turun hanya bungkus permen, snack, mie instan, dan
kaleng / botol plastik minumnya sendiri. Seenaknya menjadikan gunung
tempat sampah raksasa tertinggi. Terlalu! Detik ini berpartisipasilah
bebaskan gunung dari sampah.
Tugas menghapus kebiasaan
menjadikan gunung sebagai tempat sampah tertinggi di negeri ini atau di
daerah sendiri, bukanlah petugas kebersihan atau pengelola taman
nasional, melainkan kita sendiri selaku pendaki. Tak sulit, cobalah tips
berikut ini:
1. Meminimalis Logistik Plastik
Sampai saat
ini memang belum ada larangan membawa logistik berbungkus plastik,
kaleng, dan lainnya saat mendaki gunung. Tapi bukan berarti seenaknya
membawa bahan - bahan yang sulit lebur dengan tanah itu sebanyak
mungkin. Alangkah bijaknya mengurangi jumlah logistik yang mencemarkan
alam itu dengan logistik ramah lingkungan.
Contoh pada hari
pertama pendakian bila berangkat pagi setelah sarapan, bawalah bekal
untuk makan siang dan malam dengan nasi timbel atau lontong berbungkus
daun pisang ditambah menu sesuai selera yang tidak cepat basi. Cara ini
bukan cuma ramah lingkungan, pun lebih efisien karena tinggal memasak
air untuk membuat minuman penghangat.
Bila membawa mie instan
dalam jumlah besar, sebaiknya bungkusnya tidak perlu dibawa mendaki,
kecuali bungkus bumbunya. Isinya disatukan dalam satu kantong plastik
berikut bumbunya.
Lebih baik membawa minuman kotak dibanding
kaleng, karena sampah minuman kotak lebih mudah lebur dan ringan
dibanding kaleng. Tapi tetap saja kotak dan sedotannya harus dibawa
turun. Kurangi membawa minuman air mineral dan lainnya dalam kemasan
botol plastik dengan cara membawa wadah air yang praktis dan dapat
dipakai / diisi berulang - ulang.
2. Turunkan Sampah Sendiri
Biasakan dalam setiap pendakian menyediakan wadah khusus untuk
menurunkan sampah sendiri dan kelompok mulai dari yang kecil seperti
bungkus permen, bekas pembalut ( bagi perempuan ) sampai yang paling
besar seperti bivak atau ponco yang robek. Wadah khusus sampah kelompok
harus kuat agar ketika dibawa turun, sampahnya tidak tumpah atau
tercecer.
3. Gunakan Tenaga Bantuan
Bila keberatan
menurunkan sampah sendiri ataupun kelompok, gunakan tenaga bantuan
khusus untuk menurunkannya. Misalkan porter khusus mengangkat logistik
dan menurunkan semua sampahnya. Tentu butuh biaya tambahan untuk itu.
4. Briefing Sadar Konservasi
Pimpinan pendakian kelompok kecil maupun massal yang diorganisir oleh
organisasi pecinta alam maupun komunitas, harus memberikan briefing
sadar konservasi kepada seluruh pesertanya. Dan mewajibkan setiap
peserta menjaga kelestarian gunung, minimal dengan menurunkan sampah
sendiri.
5. Tidak Buang Sisa Makanan di Mata Air dan Alirannya
Sisa makanan seperti nasi, mie, dan lainnya sebaiknya dipendam dengan
tanah jauh dari sumber air. Jangan didiamkan begitu saja. Jangan mencuci
perlengkapan masak di mata air apalagi buang air besar dan kecil. Ambil
air di sumbernya lalu cucilah perlengkapan masak di tempat yang agak
jauh, begitu juga bila berak dan kencing.
6. Tidak Bakar Sampah di Gunung
Selain merusak dan meninggalkan bekas yang tak sedap dipandang mata,
membakar sampah di gunung juga rawan kebakaran hutan. Ini sudah kerap
terjadi di beberapa gunung. Jangan pula sembarang membuang putung rokok
di semak belukar terlebih pada musim kemarau. Jalan terbaik, bawa turun
sampah sekecil apapun.
7. Tidak Bertindak Vandalisme
Cukup
tinggalkan jejak langkah, bukan coret - coretan di batu, kayu, maupun di
pos / shelter pendakian. Cukup ambil / rekam gambar, bukan ambil fauna
dan flora milik hutan gunung. Tak perlu menuliskan nama dan kelompok di
gunung hanya untuk sekadar membuktikan kalau sudah sampai di puncak
tertinggi. Coretan hasil vandalisme yang bukan pada tempatnya itu
sungguh merusak pemandangan.
8. Mengecek Logistik Pendaki
Biaskan setiap pendaki membuat list logistik pendakiannya. Sedangkan
pengelola gunung dalam hal ini petugas taman nasional harus mengecek
list tersebut di kantor ataupun basecamp titik awal pendakian, dan
mewajibkan setiap pendaki menurunkan sampah dari logistiknya.
9. Patuhi Aturan dan Sanksi Tegas
Senantiasa mengindahkan aturan yang berlaku. Pengelola gunung harus
memberi sanksi tegas kepada pendaki perorangan maupun kelompok yang
terbukti tidak menurunkan sampahnya sesuai list logistiknya ataupun
melakukan tindak vandalism. Sanksinya bukan cuma larangan mendaki lagi
ke gunung tersebut dan gunung lainnya selama periode tertentu, tapi juga
membayar denda berupa uang untuk biaya operasional pengangkutan sampah
tersebut.
10. Tebus 'Dosa' dengan Aksi Bersih Gunung
Bila
sebelumnya pernah melakukan dosa membuang sampah di gunung sekecil
apapun itu, tebuslah dengan melakukan aksi bersih gunung saat mendaki
gunung itu lagi. Bagi komunitas pendaki baik komersil maupun non profit,
sebisa mungkin melakukan aksi bersih gunung dalam setiap pendakian
massalnya. Jangan hanya jadi ajang pelampiasan ambisi pribadi ataupun
usaha menarik keuntungan semata. Alangkah bagusnya diiringi dengan
kegiatan bernilai konservasi minimal bersih gunung atau melakukan
reboisasi dan lainnya.
11. Sebarluaskan Aksi Green Climbing
Pemahaman tentang green climbing mountain harus disebarluaskan kepada
pendaki pemula maupun kelompok pecinta alam baru lewat milis, jejaring
sosial, diskusi, pendidikan dasar kepecintaalaman di sekolah, kampus,
dan lainnya. Tanamkan kesadaran bahwa hutan, gunung, dan isinya adalah
harta tak ternilai, investasi masa depan untuk kehidupan generasi
berikutnya.
Apabila langkah di atas diindahkan setiap pendaki,
terutama step 2, rasanya gunung - gunung populer sekalipun padat
pendakinya, bisa terbebas sampah.
Prospek Cerah
Perlu
diketahui, gunung - gunung di negeri ini pun menjadi tujuan obyek wisata
petualangan yang berprospek cerah karena kian diminati pendaki
mancanegara. Bila dikelola dengan baik, ke depan obyek ini berpeluang
menjaring pendaki mancanegara dalam jumlah yang lebih besar.
Bila semua gunung populer kita bersih, asri, dan lestari ( baca: bebas
sampah ), pasti pendaki asing akan senang dan puas, lalu memberikan
citra positif dan menceritakan ke rekannya sesama pendaki. Sebaliknya
bila kotor, bisa jadi bumerang. Mereka akan menginformasikan betapa
joroknya prilaku segelincir pendaki kita hingga mungkin bisa membuat
mereka enggan mendaki lagi atau pendaki asing lainnya pun mengurungkan
niatnya mendaki.
Ingatlah perilaku jorok kita di gunung, dapat
merusak imej seluruh pendaki di mata dunia. Nah, detik ini juga
lakukanlah Green Adventuring, Green Mountaineering dalam setiap
petualangan dan pendakian.
sumber : belantara Indonesia
Senin, 28 Mei 2012
Selamat Hari Sampah
Posted by
Unknown
|
00.19
|
Oleh : Risdayani,ST.M.Ed, Kabid Pengendalian Dampak Lingkungan BLH KKA
Selamat Hari Sampah !!. Kata selamat yang meskipun tidak sepopuler Selamat Tahun Baru dan tidak semeriah Gong Xi Fat Chai atau tidak seromantis Valentine’s Day yang baru berlalu, tetapi Hari Sampah merupakan suatu momen yang perlu perenungan bersama, karena sampah hadir tepat ketika manusia hadir dengan seluruh aktivitasnya dan selama itu pula sampah akan selalu ada. Menjemput ingatan terhadap peristiwa longsor di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Leuwigajah, Bandung pada tanggal 21 Februari 2005 yang memakan korban jiwa ratusan orang, maka untuk mengenangnya setiap tanggal 21 Februari ditetapkan sebagai Hari Sampah.
Kemudian kejadian serupa juga terulang di zona 3 TPAS Bantergebang pada tanggal 8 September 2006. Hal ini tentu menjadi catatan bagi kita untuk lebih cermat dalam melaksanakan pengelolaan sampah, sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali.
Secara umum, sampah yang diartikan sebagai bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, pertambangan, industri dan sebagainya. Menurut pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-undang ini, terdiri atas: a. sampah rumah tangga; b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan c. sampah spesifik. Oleh karena itu, perlu pengelolaan sampah sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, agar tidak menjadi gangguan bagi keseimbangan alam dan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Apabila saat ini sampah masih menjadi pembahasan yang terkait dari masalah yang ditimbulkannya, mengindikasikan bahwa pengelolaan sampah belum dilaksanakan secara tuntas.
Sampah masih diposisikan sebagai material yag harus dibuang, sehingga ketika sampah hadir pertanyaan yang sering timbul ialah kemana sampah-sampah akan dibuang?. Biasanya pengelolaan sampah hanya terbatas pada kegiatan kumpul-angkut-buang, sehingga hal ini yang akhirnya melahirkan permasalahan sampah. Jalan keluar yang sudah sering dilakukan yaitu dengan membangun Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS).
Ketika solusi penanganan masalah sampah adalah TPAS, maka permasalahan yang sering dihadapi ialah sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan akhir sampah. Meskipun di beberapa kota pembuangan sampah banyak menimbulkan permasalahan baru, misalnya protes dan kritik dari masyarakat yang tinggal di sekitar TPAS tetapi sampai sekarang alternatif itu masih dianggap menjadi jalan keluar yang dinilai layak dipertimbangkan.
Padahal masalah-masalah yang sudah terjadi di beberapa TPAS, sebenarnya cukup untuk mengindikasikan bahwa pembangunan TPAS saja belum tepat sebagai jalan keluar terhadap permasalahan sampah. Sementara itu resistensi masyarakat kepada Tempat Pembuangan Akhir Sampah selain dipicu oleh dampak jera dari peristiwa-peristiwa TPAS yang pernah terjadi, disatu pihak juga harus dimaknai sebagai indikator makin tingginya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan standar lingkungan bagi derajat kesehatan, meski dilain pihak menjadi permasalahan baru untuk pengelolaan sampah.
Bagi daerah kepulauan apalagi daerah yang baru pemekaran, kehadiran sampah dirasakan mengganggu seiring pertambahan jumlah penduduk yang berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan aktivitasnya. Kemudian penyelesaian masalah di daerah kepulauan, juga terhambat dengan geografis daratan yang tidak terlalu luas sehingga sulit untuk mendapatkan lahan yang pantas bagi pembangunan TPA.
Ketika waktu yang panjang mesti dilalui untuk mendapatkan ruang yang pantas untuk pembuangan akhir sampah, maka pertanyaannya tentu bagaimana penanganan masalah sampah sampai TPAS terwujud?. Pembakaran sampah yang dilakukan selama ini, dapat meningkatkan emisi yang memberi kontribusi terhadap perubahan iklim.
Sementara sampah organik yang ditumpuk dan dibiarkan membusuk akan menghasilkan gas metan. Efek rumah kaca gas metan lebih dahsyat daripada gas karbondioksida yaitu kekuatan gas metan dua puluh satu kali lipat kekuatan gas karbondioksida. Solusi ini bertentangan dengan aksi dunia yang justru semakin gencar menyuarakan aksi penurunan emisi terutama pasca kesepakatan copenhagen accord, dimana Indonesia sepakat untuk ikut serta dalam aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang salah satunya ialah aksi penurunan emisi.
Untuk mencari solusi permasalahan sampah ini, perlu anjakan Paradigma (paradigm shift) dari paradigma kemana sampah harus dibuang kepada paradigma akan dijadikan apa sampah-sampah yang ada?. Anjakan paradigma pengelolaan sampah meliputi beberapa aspek yaitu kesatu, paradigma dalam memandang sampah bukan sekedar material yang harus dibuang, tetapi sampah merupakan suatu komoditi yang memiliki potensi secara ekonomi dan sosial.
Dengan memandang sampah bukan mutlak sebagai suatu sumber masalah akan menggiring pemikiran dan tindakan ke arah pengelolaan sampah yang lebih terpadu dan bernilai lebih ekonomis. Pengelolaan sampah ke arah yang bernilai ekonomis, menuntut pengelolaan sampah yang bukan hanya kumpul-angkut-buang tetapi pilah-angkut-proses.
Dalam paradigma ini, TPAS bukan lagi sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah tetapi lebih kepada Tempat Pemprosesan Akhir Sampah. Kedua, pengelolaan sampah yang terpusat di TPAS kepada pengelolaan sampah berbasis komunitas.
Model pengelolaan sampah berbasis komunitas menghendaki sinergi peran pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pemerintah mempunyai peran motivator, pembimbing dan monitoring serta stimulator fasilitator dengan market, sedangkan masyarakat berperan sebagai inisiator, perencana, pelaksana, pengguna dan penerima manfaat. Pengelolaan sampah yang berbasis komunitas akan membentuk suatu tindakan kolektif yang mekanismenya berpilar pada tindakan seorang anggota dalam pengamatan anggota lain didalam kerangka solidaritas, gotong royong, dan tekanan sosial yang dihadapi bersama terhadap masalah sampah.
Tindakan kolektif ini perlu dukungan dari pemerintah dengan memberi pengakuan dan fasilitas terhadap ruang gerak tindakan kolektif dikalangan kelompok-kelompok pengelola sampah yang meliputi pemilahan, penimbunan, pengangkutan hingga pengolahan sampah dan mensinergikan ruang gerak tindakan kolektif. Selanjutnya pemerintah perlu membangun instrumen finansial dan keuangan untuk pengelolaan sampah agar tercipta insentif bagi usaha kecil dan menengah dalam dinamika usaha pengelolaan sampah.
Ketiga, pengelolaan sampah menjadi agenda semua pihak, bukan melulu urusan pemerintah. Ketika urusan sampah menjadi agenda semua pihak, maka biaya pengelolaan sampah yang selama ini dianggap menjadi suatu beban biaya dan beban sosial akan menjadi suatu manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Sebaik dan secanggih apapun suatu teknologi tanpa keterlibatan masyarakat akan menjadi tidak bermakna, karena masyarakat merupakan penghasil atau sumber sampah. Dengan demikian, pengelolaan sampah yang menyertakan seluruh pihak akan menyentuh ketiga aspek yaitu aspek sosial, lingkungan dan ekonomi sebagai pilar pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan data-data penelitian tentang sampah, penglibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah akan lebih efektif jika penyelesaian masalah sampah dimulai dari rumah tangga sebagai unit keluaran terkecil produsen sampah, yang saat ini belum mampu mendayagunakannya sebagai akibat dari persepsi masyarakat terhadap sampah sebagai material yang harus dibuang.
Persepsi ini akhirnya mendominasi perilaku komunitas sampai ke level bisnis dan pusat-pusat keramaian seperti pasar atau pusat pertokoan. Di daerah pesisir pantai pula, masyarakat mempunyai kebiasaan membuang sampah ke laut. Dengan demikian, sampah rumah tangga memberikan sumbangan yang besar yang berakibat secara langsung pada munculnya masalah sampah.
Teknologi pengolahan sampah skala rumah tangga sudah berkembang secara pesat, sebut saja metode sanitary landfill, mini komposter, bioreaktor mini, vermicomposting, incenerator, bak aerasi, bio filter dan masih banyak lagi tawaran terhadap teknologi yang dapat menjadi rujukan untuk menyelesaikan masalah sampah. Setiap teknologi mempunyai karakteristik dan spesifikasi masing-masing, misalnya ukuran-ukuran kuantitas, jenis bahan baku, perlakuan, perawatan khusus dan sebagainya.
Dengan demikian, meniru teknologi daerah atau negara lain secara membabi buta akan dapat menimbulkan permasalahan baru dalam pemenuhan spesifikasinya sehingga dapat mengganggu proses secara keseluruhan yang dapat menyebabkan kegagalan. Karakter dan komposisi sampah, level skala dan pergerakan sampah akan menentukan dalam analisis kelayakan teknis, ekonomis maupun sosial dan lingkungan. Hal ini akan berpengaruh terhadap model, skala, kelayakan ekonomi-sosial dan pilihan teknologi yang akan diterapkan dalam menangani permasalahan sampah.
Untuk mewujudkan pengelolaan sampah ke arah yang lebih ekonomis, maka perlu mengetahui karakteristik sampah dan kemampuan pemerintah dalam pengelolaan sampah secara terpadu dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat sebagai penghasil sampah seraya menegakkan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap daerah akan memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda sesuai dengan karakteristik kontekstual masing-masing. Meniru teknologi secara membabi buta, justru akan dapat menimbulkan permasalahan baru dari ketidaktuntasan adopsi teknologi tersebut. Bertindak secara lokal yang berarti perubahan dalam prioritas, suatu pencarian sumber daya dan solusi-solusi ‘asli’ daerah. Masing-masing daerah perlu mendefinisikan dan memetakan jalannya sendiri untuk mencapai hal tersebut.
Dengan karakter khas daerah kepulauan bukan tidak mungkin mewujudkan sebuah pulau untuk sampah. Why not, pulau untuk pengolahan sampah yang terintegralistik dan memungkinkan perencanaan pengolahan sampah di daerah yang lebih terpadu untuk menuju gold in waste sebagai alternatif peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
http://haluankepri.com/opini-/25841-selamat-hari-sampah.html
Selamat Hari Sampah !!. Kata selamat yang meskipun tidak sepopuler Selamat Tahun Baru dan tidak semeriah Gong Xi Fat Chai atau tidak seromantis Valentine’s Day yang baru berlalu, tetapi Hari Sampah merupakan suatu momen yang perlu perenungan bersama, karena sampah hadir tepat ketika manusia hadir dengan seluruh aktivitasnya dan selama itu pula sampah akan selalu ada. Menjemput ingatan terhadap peristiwa longsor di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Leuwigajah, Bandung pada tanggal 21 Februari 2005 yang memakan korban jiwa ratusan orang, maka untuk mengenangnya setiap tanggal 21 Februari ditetapkan sebagai Hari Sampah.
Kemudian kejadian serupa juga terulang di zona 3 TPAS Bantergebang pada tanggal 8 September 2006. Hal ini tentu menjadi catatan bagi kita untuk lebih cermat dalam melaksanakan pengelolaan sampah, sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali.
Secara umum, sampah yang diartikan sebagai bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, pertambangan, industri dan sebagainya. Menurut pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-undang ini, terdiri atas: a. sampah rumah tangga; b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan c. sampah spesifik. Oleh karena itu, perlu pengelolaan sampah sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, agar tidak menjadi gangguan bagi keseimbangan alam dan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Apabila saat ini sampah masih menjadi pembahasan yang terkait dari masalah yang ditimbulkannya, mengindikasikan bahwa pengelolaan sampah belum dilaksanakan secara tuntas.
Sampah masih diposisikan sebagai material yag harus dibuang, sehingga ketika sampah hadir pertanyaan yang sering timbul ialah kemana sampah-sampah akan dibuang?. Biasanya pengelolaan sampah hanya terbatas pada kegiatan kumpul-angkut-buang, sehingga hal ini yang akhirnya melahirkan permasalahan sampah. Jalan keluar yang sudah sering dilakukan yaitu dengan membangun Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS).
Ketika solusi penanganan masalah sampah adalah TPAS, maka permasalahan yang sering dihadapi ialah sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan akhir sampah. Meskipun di beberapa kota pembuangan sampah banyak menimbulkan permasalahan baru, misalnya protes dan kritik dari masyarakat yang tinggal di sekitar TPAS tetapi sampai sekarang alternatif itu masih dianggap menjadi jalan keluar yang dinilai layak dipertimbangkan.
Padahal masalah-masalah yang sudah terjadi di beberapa TPAS, sebenarnya cukup untuk mengindikasikan bahwa pembangunan TPAS saja belum tepat sebagai jalan keluar terhadap permasalahan sampah. Sementara itu resistensi masyarakat kepada Tempat Pembuangan Akhir Sampah selain dipicu oleh dampak jera dari peristiwa-peristiwa TPAS yang pernah terjadi, disatu pihak juga harus dimaknai sebagai indikator makin tingginya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan standar lingkungan bagi derajat kesehatan, meski dilain pihak menjadi permasalahan baru untuk pengelolaan sampah.
Bagi daerah kepulauan apalagi daerah yang baru pemekaran, kehadiran sampah dirasakan mengganggu seiring pertambahan jumlah penduduk yang berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan aktivitasnya. Kemudian penyelesaian masalah di daerah kepulauan, juga terhambat dengan geografis daratan yang tidak terlalu luas sehingga sulit untuk mendapatkan lahan yang pantas bagi pembangunan TPA.
Ketika waktu yang panjang mesti dilalui untuk mendapatkan ruang yang pantas untuk pembuangan akhir sampah, maka pertanyaannya tentu bagaimana penanganan masalah sampah sampai TPAS terwujud?. Pembakaran sampah yang dilakukan selama ini, dapat meningkatkan emisi yang memberi kontribusi terhadap perubahan iklim.
Sementara sampah organik yang ditumpuk dan dibiarkan membusuk akan menghasilkan gas metan. Efek rumah kaca gas metan lebih dahsyat daripada gas karbondioksida yaitu kekuatan gas metan dua puluh satu kali lipat kekuatan gas karbondioksida. Solusi ini bertentangan dengan aksi dunia yang justru semakin gencar menyuarakan aksi penurunan emisi terutama pasca kesepakatan copenhagen accord, dimana Indonesia sepakat untuk ikut serta dalam aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang salah satunya ialah aksi penurunan emisi.
Untuk mencari solusi permasalahan sampah ini, perlu anjakan Paradigma (paradigm shift) dari paradigma kemana sampah harus dibuang kepada paradigma akan dijadikan apa sampah-sampah yang ada?. Anjakan paradigma pengelolaan sampah meliputi beberapa aspek yaitu kesatu, paradigma dalam memandang sampah bukan sekedar material yang harus dibuang, tetapi sampah merupakan suatu komoditi yang memiliki potensi secara ekonomi dan sosial.
Dengan memandang sampah bukan mutlak sebagai suatu sumber masalah akan menggiring pemikiran dan tindakan ke arah pengelolaan sampah yang lebih terpadu dan bernilai lebih ekonomis. Pengelolaan sampah ke arah yang bernilai ekonomis, menuntut pengelolaan sampah yang bukan hanya kumpul-angkut-buang tetapi pilah-angkut-proses.
Dalam paradigma ini, TPAS bukan lagi sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah tetapi lebih kepada Tempat Pemprosesan Akhir Sampah. Kedua, pengelolaan sampah yang terpusat di TPAS kepada pengelolaan sampah berbasis komunitas.
Model pengelolaan sampah berbasis komunitas menghendaki sinergi peran pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pemerintah mempunyai peran motivator, pembimbing dan monitoring serta stimulator fasilitator dengan market, sedangkan masyarakat berperan sebagai inisiator, perencana, pelaksana, pengguna dan penerima manfaat. Pengelolaan sampah yang berbasis komunitas akan membentuk suatu tindakan kolektif yang mekanismenya berpilar pada tindakan seorang anggota dalam pengamatan anggota lain didalam kerangka solidaritas, gotong royong, dan tekanan sosial yang dihadapi bersama terhadap masalah sampah.
Tindakan kolektif ini perlu dukungan dari pemerintah dengan memberi pengakuan dan fasilitas terhadap ruang gerak tindakan kolektif dikalangan kelompok-kelompok pengelola sampah yang meliputi pemilahan, penimbunan, pengangkutan hingga pengolahan sampah dan mensinergikan ruang gerak tindakan kolektif. Selanjutnya pemerintah perlu membangun instrumen finansial dan keuangan untuk pengelolaan sampah agar tercipta insentif bagi usaha kecil dan menengah dalam dinamika usaha pengelolaan sampah.
Ketiga, pengelolaan sampah menjadi agenda semua pihak, bukan melulu urusan pemerintah. Ketika urusan sampah menjadi agenda semua pihak, maka biaya pengelolaan sampah yang selama ini dianggap menjadi suatu beban biaya dan beban sosial akan menjadi suatu manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Sebaik dan secanggih apapun suatu teknologi tanpa keterlibatan masyarakat akan menjadi tidak bermakna, karena masyarakat merupakan penghasil atau sumber sampah. Dengan demikian, pengelolaan sampah yang menyertakan seluruh pihak akan menyentuh ketiga aspek yaitu aspek sosial, lingkungan dan ekonomi sebagai pilar pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan data-data penelitian tentang sampah, penglibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah akan lebih efektif jika penyelesaian masalah sampah dimulai dari rumah tangga sebagai unit keluaran terkecil produsen sampah, yang saat ini belum mampu mendayagunakannya sebagai akibat dari persepsi masyarakat terhadap sampah sebagai material yang harus dibuang.
Persepsi ini akhirnya mendominasi perilaku komunitas sampai ke level bisnis dan pusat-pusat keramaian seperti pasar atau pusat pertokoan. Di daerah pesisir pantai pula, masyarakat mempunyai kebiasaan membuang sampah ke laut. Dengan demikian, sampah rumah tangga memberikan sumbangan yang besar yang berakibat secara langsung pada munculnya masalah sampah.
Teknologi pengolahan sampah skala rumah tangga sudah berkembang secara pesat, sebut saja metode sanitary landfill, mini komposter, bioreaktor mini, vermicomposting, incenerator, bak aerasi, bio filter dan masih banyak lagi tawaran terhadap teknologi yang dapat menjadi rujukan untuk menyelesaikan masalah sampah. Setiap teknologi mempunyai karakteristik dan spesifikasi masing-masing, misalnya ukuran-ukuran kuantitas, jenis bahan baku, perlakuan, perawatan khusus dan sebagainya.
Dengan demikian, meniru teknologi daerah atau negara lain secara membabi buta akan dapat menimbulkan permasalahan baru dalam pemenuhan spesifikasinya sehingga dapat mengganggu proses secara keseluruhan yang dapat menyebabkan kegagalan. Karakter dan komposisi sampah, level skala dan pergerakan sampah akan menentukan dalam analisis kelayakan teknis, ekonomis maupun sosial dan lingkungan. Hal ini akan berpengaruh terhadap model, skala, kelayakan ekonomi-sosial dan pilihan teknologi yang akan diterapkan dalam menangani permasalahan sampah.
Untuk mewujudkan pengelolaan sampah ke arah yang lebih ekonomis, maka perlu mengetahui karakteristik sampah dan kemampuan pemerintah dalam pengelolaan sampah secara terpadu dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat sebagai penghasil sampah seraya menegakkan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap daerah akan memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda sesuai dengan karakteristik kontekstual masing-masing. Meniru teknologi secara membabi buta, justru akan dapat menimbulkan permasalahan baru dari ketidaktuntasan adopsi teknologi tersebut. Bertindak secara lokal yang berarti perubahan dalam prioritas, suatu pencarian sumber daya dan solusi-solusi ‘asli’ daerah. Masing-masing daerah perlu mendefinisikan dan memetakan jalannya sendiri untuk mencapai hal tersebut.
Dengan karakter khas daerah kepulauan bukan tidak mungkin mewujudkan sebuah pulau untuk sampah. Why not, pulau untuk pengolahan sampah yang terintegralistik dan memungkinkan perencanaan pengolahan sampah di daerah yang lebih terpadu untuk menuju gold in waste sebagai alternatif peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
http://haluankepri.com/opini-/25841-selamat-hari-sampah.html
Jumat, 25 Mei 2012
Sampah
Posted by
Unknown
|
23.25
|
Penguraian Sampah Plastik Dipersingkat Dari Ribuan Tahun Menjadi Tiga Bulan
Menurut para ilmuwan bahan plastik yang tertimbun di dalam tanah membutuhkan waktu ribuan tahun baru bisa diuraikan sepenuhnya oleh bakteri. Namun hal itu tidak lagi akan menjadi masalah, karena sudah ditemukan cara agar proses penguraian plastik oleh bakteri bisa dipercepat hingga tiga bulan saja.
Untuk itu anda hanya membutuhkan media tanah, ragi dan air, sebagai fermenter atau sarana untuk proses pembusukan. Plastik-plastik yang akan dihancurkan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tempat berisi tanah, bercampur ragi dan air.
Simsalabim! Sampah plastik akan hancur dalam waktu yang luar biasa singkat – hanya tiga bulan berdasarkan hasil penelitian untuk jumlah tertentu – dibanding perkiraan ilmuwan sekitar 200 hingga 1000 tahun. Ini bukan sulap, tapi merupakan pekerjaan makhluk sangat kecil bernama bakteri Sphingomonas dan Pseudomonas.
Daniel Burd, seorang remaja siswa sebuah SMP di Waterloo, Kanada adalah penelitinya. Dengan bantuan gurunya, Mark Menhennet, dia mengadakan penelitian tersebut.
Pertama-tama, ia memasukkan sejumlah kantong plastik ke dalam sejenis tepung. Berikutnya, ia menggunakan bahan-kimia rumah tangga biasa, yaitu ragi dan air bersih untuk menciptakan suatu solusi yang akan mendorong pertumbuhan mikroba. Untuk itu, ia menambahkan bubuk plastik dan tanah. Kemudian campuran bahan itu ditempatkan dalam alat pengocok pada suhu kamar 30 derajat.
Setelah tiga bulan terjadinya peningkatan konsentrasi jumlah mikroba pemakan plastik, Burd menyaring keluar bubuk plastik sisa dan menaruh kultur bakterinya ke dalam tiga botol berisi lembaran-lembaran potongan plastik dari kantong kresek belanja. Sebagai alat kontrol, dia juga menambahkan plastik ke dalam botol-botol berisi air mendidih yang berakibat kultur bakterinya mati.
Enam minggu kemudian, dia menimbang berat lembaran-lembaran plastik. Lembaran-lembaran dalam botol kontrol beratnya tetap. Tetapi lembaran-lembaran plastik yang berada bersama kultur bakteri yang hidup beratnya rata-rata berkurang 17 persen.
Itu belum memuaskan Burd. Untuk mengidentifikasi bakteri di dalam kulturnya, ia membiarkan mereka tumbuh pada piring agar-agar dan dia mendapati ada empat jenis mikroba. Ia mengujinya pada lebih banyak lembaran-lembaran plastik dan menemukan hanya pada yang kedua penurunan berat plastik terjadi secara signifikan.
Berikutnya, Burd mencoba mencampur mikroba paling efektif tadi dengan mikroba lainnya. Dia menemukan mikroba pertama dan kedua secara bersama-sama menghasilkan 32 persen penurunan berat lembaran-lembaran plastik. Dia berteori mikroba yang pertama menolong mikroba kedua bereproduksi.
Dari test-test untuk mengidentifikasi mikroba didapati mikroba kedua adalah bakteri Sphingomonas dan bakteri penolong itu adalah Pseudomonas.
Seorang peneliti di Irlandia sudah menemukan bakteri Pseudomonas mampu menurunkan jumlah polystyrene (sejenis karet sintetis), tetapi sejauh ini baru Burd dan gurunya itu yang diketahui pertama kali melakukan riset pada tas plastik berbahan polyethelene.
Berikutnya, Burd menguji efektivitas mokrobanya pada temperatur dan tingkat konsentrasi yang berbeda-beda serta dengan penambahan sodium asetat sebagai sumber karbon yang sedia untuk membantu pertumbuhan bakteri.
Pada suhu 37 derajat dan konsentrasi bakteri yang optimal, dengan sedikit tambahan sodium asetat ke dalamnya, Burd mencapai 43 persen penurunan dalam enam minggu.
Plastik dihabiskannya dengan lebih nyata dan jelas dan lebih mudah, dan Burd menebak setelah enam minggu lagi, plastik itu akan musnah. Namun dia belum mencobanya.
Untuk melihat bagaimana prosesnya akan berlangsung pada skala yang lebih besar, ia mencoba dengan lima atau enam kantong yang utuh dalam sebuah ember yang berisu kultur bakteri. Dan ternyata berhasil dengan baik.
Aplikasi pada industri seharusnya juga mudah, kata Burd. “Semua yang anda butuhkan adalah sebuah fermenter, yakni medium pertumbuhan, mikroba-mikroba dan kantong plastik.”
Bahan-bahan itu murah, untuk menjaga stabilitas temperatur yang diperlukan hanya sedikit energi karena mikroba menghasilkan panas sendiri ketika proses berlangsung, dan satu-satunya limbah adalah air dan sedikit karbon dioksida. Setiap mikroba menghasilkan hanya 0,01 persen karbon dioksida dari beratnya yang sangat kecil sekali, kata Burd.
Hasil penelitian oleh remaja SMP ini merupakan sebuah langkah raksasa yang sangat maju, di mana kita menggunakan alam untuk memecahkan masalah yang dibuat oleh manusia.
Untuk itu anda hanya membutuhkan media tanah, ragi dan air, sebagai fermenter atau sarana untuk proses pembusukan. Plastik-plastik yang akan dihancurkan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tempat berisi tanah, bercampur ragi dan air.
Simsalabim! Sampah plastik akan hancur dalam waktu yang luar biasa singkat – hanya tiga bulan berdasarkan hasil penelitian untuk jumlah tertentu – dibanding perkiraan ilmuwan sekitar 200 hingga 1000 tahun. Ini bukan sulap, tapi merupakan pekerjaan makhluk sangat kecil bernama bakteri Sphingomonas dan Pseudomonas.
Daniel Burd, seorang remaja siswa sebuah SMP di Waterloo, Kanada adalah penelitinya. Dengan bantuan gurunya, Mark Menhennet, dia mengadakan penelitian tersebut.
Pertama-tama, ia memasukkan sejumlah kantong plastik ke dalam sejenis tepung. Berikutnya, ia menggunakan bahan-kimia rumah tangga biasa, yaitu ragi dan air bersih untuk menciptakan suatu solusi yang akan mendorong pertumbuhan mikroba. Untuk itu, ia menambahkan bubuk plastik dan tanah. Kemudian campuran bahan itu ditempatkan dalam alat pengocok pada suhu kamar 30 derajat.
Setelah tiga bulan terjadinya peningkatan konsentrasi jumlah mikroba pemakan plastik, Burd menyaring keluar bubuk plastik sisa dan menaruh kultur bakterinya ke dalam tiga botol berisi lembaran-lembaran potongan plastik dari kantong kresek belanja. Sebagai alat kontrol, dia juga menambahkan plastik ke dalam botol-botol berisi air mendidih yang berakibat kultur bakterinya mati.
Enam minggu kemudian, dia menimbang berat lembaran-lembaran plastik. Lembaran-lembaran dalam botol kontrol beratnya tetap. Tetapi lembaran-lembaran plastik yang berada bersama kultur bakteri yang hidup beratnya rata-rata berkurang 17 persen.
Itu belum memuaskan Burd. Untuk mengidentifikasi bakteri di dalam kulturnya, ia membiarkan mereka tumbuh pada piring agar-agar dan dia mendapati ada empat jenis mikroba. Ia mengujinya pada lebih banyak lembaran-lembaran plastik dan menemukan hanya pada yang kedua penurunan berat plastik terjadi secara signifikan.
Berikutnya, Burd mencoba mencampur mikroba paling efektif tadi dengan mikroba lainnya. Dia menemukan mikroba pertama dan kedua secara bersama-sama menghasilkan 32 persen penurunan berat lembaran-lembaran plastik. Dia berteori mikroba yang pertama menolong mikroba kedua bereproduksi.
Dari test-test untuk mengidentifikasi mikroba didapati mikroba kedua adalah bakteri Sphingomonas dan bakteri penolong itu adalah Pseudomonas.
Seorang peneliti di Irlandia sudah menemukan bakteri Pseudomonas mampu menurunkan jumlah polystyrene (sejenis karet sintetis), tetapi sejauh ini baru Burd dan gurunya itu yang diketahui pertama kali melakukan riset pada tas plastik berbahan polyethelene.
Berikutnya, Burd menguji efektivitas mokrobanya pada temperatur dan tingkat konsentrasi yang berbeda-beda serta dengan penambahan sodium asetat sebagai sumber karbon yang sedia untuk membantu pertumbuhan bakteri.
Pada suhu 37 derajat dan konsentrasi bakteri yang optimal, dengan sedikit tambahan sodium asetat ke dalamnya, Burd mencapai 43 persen penurunan dalam enam minggu.
Plastik dihabiskannya dengan lebih nyata dan jelas dan lebih mudah, dan Burd menebak setelah enam minggu lagi, plastik itu akan musnah. Namun dia belum mencobanya.
Untuk melihat bagaimana prosesnya akan berlangsung pada skala yang lebih besar, ia mencoba dengan lima atau enam kantong yang utuh dalam sebuah ember yang berisu kultur bakteri. Dan ternyata berhasil dengan baik.
Aplikasi pada industri seharusnya juga mudah, kata Burd. “Semua yang anda butuhkan adalah sebuah fermenter, yakni medium pertumbuhan, mikroba-mikroba dan kantong plastik.”
Bahan-bahan itu murah, untuk menjaga stabilitas temperatur yang diperlukan hanya sedikit energi karena mikroba menghasilkan panas sendiri ketika proses berlangsung, dan satu-satunya limbah adalah air dan sedikit karbon dioksida. Setiap mikroba menghasilkan hanya 0,01 persen karbon dioksida dari beratnya yang sangat kecil sekali, kata Burd.
Hasil penelitian oleh remaja SMP ini merupakan sebuah langkah raksasa yang sangat maju, di mana kita menggunakan alam untuk memecahkan masalah yang dibuat oleh manusia.
Sumber
http://www.wired.com/wiredscience/2008/05/teen-decomposes/
http://news.therecord.com/article/354044
Kamis, 24 Mei 2012
Sabtu, 28 April 2012
its all about us
Posted by
Unknown
|
21.10
|
Saat yang lain sibuk berdebat sana-sini,
Saat yang lain meremehkan aksi kepedulian seperti ini,
Saat yang lain terlalu sibuk mengibarkan bendera dan panji-panji di puncak-puncak gunung negeri ini.
...
Kami masih setia memunguti satu persatu sampah di sepanjang jalur.
Dengan sedikit senyum, walau mulut kadang tak sempat bertutur.
...
Andai kami tak sendiri,
Andai seluruh anggota grup ini mau membantu kami,
Niscaya takkan ada lagi sampah di gunung ini !
...
Tak perlulah menilai siapa kami,
Atau apa yang sudah kami dapatkan dari kegiatan ini,
Karena ini adalah soal harga diri !
...
harga diri kami sebagai pecinta alam yang tak ingin anak cucu kami nanti akan bertanya kepada kami;
"Ayah siapakah orang bodoh pertama yang membuang sampahnya di gunung ini ?".
TRASHBAG COMMUNITY
"WOULD YOU DARE TO JOIN WITH US ?"
Saat yang lain meremehkan aksi kepedulian seperti ini,
Saat yang lain terlalu sibuk mengibarkan bendera dan panji-panji di puncak-puncak gunung negeri ini.
...
Kami masih setia memunguti satu persatu sampah di sepanjang jalur.
Dengan sedikit senyum, walau mulut kadang tak sempat bertutur.
...
Andai kami tak sendiri,
Andai seluruh anggota grup ini mau membantu kami,
Niscaya takkan ada lagi sampah di gunung ini !
...
Tak perlulah menilai siapa kami,
Atau apa yang sudah kami dapatkan dari kegiatan ini,
Karena ini adalah soal harga diri !
...
harga diri kami sebagai pecinta alam yang tak ingin anak cucu kami nanti akan bertanya kepada kami;
"Ayah siapakah orang bodoh pertama yang membuang sampahnya di gunung ini ?".
TRASHBAG COMMUNITY
"WOULD YOU DARE TO JOIN WITH US ?"
Langganan:
Postingan
(
Atom
)